BANDARLAMPUNG, RUANGBERITA.CO.ID – Aktivitas penggerusan bukit dan zona resapan air di kota Bandarlampung masih sering terjadi walaupun pemerintah kota (Pemkot) setempat sudah melarang.
Kali ini terpantau, di wilayah Kecapi atas, tepatnya disamping Perumahan Griya Kecapi , Kelurahan Campang Jaya, Kecamatan Sukabumi kota Bandarlampung sebuah proyek pembangunan taman wisata di zona resapan air masih berlangsung.
Lahan yang dikeruk sangat dekat dan pas diatas serta disamping plang larangan zona resapan. Plang larangan itu berbunyi : PEMBERITAHUAN , Tidak melakukan pembangunan di kawasan resapan air.
Saat ini, proyek pembangunan taman wisata di zona resapan air tengah dalam proses pengerjaan pengerukan untuk pembuatan jalan menuju atas bukit dan juga pengerjaan talud dengan 1,5 meter dengan panjang 50 meter.
Hal tersebut dibenarkan oleh salah satu pekerja, WS (52) bahwa saat ini pengerjaan talud tersebut untuk menahan longsor.
“Pengerukan ini baru saja dimulai, saat ini sedang pengerjaan talud untuk menahan longsor disisi jalan,” paparnya.
Saat ruangberita.co.id menggalih lebih dalam terkait perubahan alih fungsi lahan resapan air tersebut apakah dibuat untuk tempat wisata atau cafe, WS menjawab dengan ragu.
“Saya kurang tahu juga ini mau dibuat apa, saya disini hanya pekerja bias. Gak tahu asal usulnya di buat untuk apa?,” ungkapnya.
Dalam kesempatan ini, Perwakilan dari Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) kota Bandarlampung di dampingi oleh lurah Campang Jaya, Kaling, dan RT meninjau lokasi dan menghentikan aktivitas pekerjaan itu untuk sementara.
“Kami menghimbau untuk berhenti dulu aktivitas pengerjaannya,” ujar salah satu perwakilan Dinas Perkim , Norwan.
Diketahui, menurut lurah setempat pengerukan telah dilakukan sejak tahun lalu dan diduga dilakukan oleh oknum pengusaha inisial DN.
“Pengusahanya sudah diingatkan sejak tahun 2024 agar tak mengubah fungsi lahan,” ujar lurah.
Sebagaimana diketahui, Penggerusan bukit di zona resapan air dapat menyebabkan banjir dan penggenangan air hujan. Hal ini terjadi karena berkurangnya kawasan resapan air sehingga fungsinya sebagai penyangga lingkungan menjadi tidak optimal. Selain itu juga, penggerusan bukit di daerah resapan air tentunya melanggar peraturan perda nomor 10 tahun 2011 tentang RTRW, undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang , serta peraturan undang-undang nomor 15 tahun 2015 tentang pemanfaatan ruang tanpa izin memanfaatkan ruang dilokasi yang tidak sesuai peruntukannya. (Din)